Sektor tambang Indonesia sebagai salah satu yang berkontribusi besar dalam pendapatan negera sedang tergonjang-ganjing! Pasalnya, investor juga memiliki peran besar dalam pengembangan industrinya bisa kabur akibat maraknya permasalahan yang mewarnai sektor tambang, termasuk diantaranya adalah kasus tumpang tindih lahan.
Banyak alasan mengapa tumpang tindih lahan tambang kerap terjadi. Direktur Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan kasus tumpang tindih lahan di Indonesia disebabkan oleh banyak faktor, mulai dari koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam menerbitkan izin tambang belum berjalan dengan baik.
“Masalah ini melibatkan banyak pihak, seperti pemerintah pusat dan daerah sampai lintas lembaga dan kementerian,” ujar dia, Selasa (3/3/2020).
Lebih lanjut, Hendra juga melihat maraknya tumpang tindih lahan membuktikan bahwa tata kelola dalam perizinan dan pengelolaan tambang masih menjadi pekerjaan besar bagi seluruh pihak terkait.
Sedangkan Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan mengutarakan kebijakan pemerintah yang kerap berubah membuat tumpang tindih lahan tambang masih terjadi. Hal ini diperkuat ketika daerah dapat memberikan izin usaha tambang serta kurangnya sinergi koordinasi lintas kementerian.
“Jadi akhirnya bisa mengganggu investasi di sektor pertambangan. Selain itu juga mengganggu investasi di sektor yang lain yang berhubungan dengan sektor ini,” ujar Mamit.
Senada dengan Mamit, Ketua Umum Indonesian Mining Energy Forum (IMEF), Singgih Widagdo berharap berharap pemerintah cepat membereskan masalah overlap di sektor tambang. Karena hal ini berkaitan dengan investasi.
“Kekhawatiran investor harus terjawab dengan cepat, khususnya investor bidang pertambangan yang memerlukan dana besar dan risiko relatif tinggi,” tutur Singgih, Selasa (28/9/2021).
Potret Kasus Tumpang Tindih Lahan di Indonesia
Memangnya seberapa banyak kasus tumpang tindih lahan tambang di Indonesia? Kasus lahan tambang bermasalah menurut laporan dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia per 2021, terdapat IUP Tambang yang terindikasi bermasalah seluas 4,7 juta Ha. Hal ini terjadi karena diantaranya banyak yang belum memiliki IPPKH atau nama perusahaan IUP tidak sesuai dengan nama perusahaan pada IPPKH.
Yang lebih lucunya lagi, dari jutaan lahan tambang yang bermasalah, ada juga lahan yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) disana. Diungkapkan oleh Holding BUMN Tambang, MIND ID, pada September 2021 lalu, seluas 113 ribu ha lahan mereka bertumpang tindih dengan pihak lain.
Terkadang tumpang tindih lahan tak hanya terjadi antar pengusaha, namun juga antar perusahaan kepada rakyat, yang tentunya sangat merugikan!
Seperti contoh kasus di Papua, Aktivitas penambangan emas di kampung Wasirawi Distrik Masni kabupaten Manokwari bertumpang tindih dengan tanah warga pemilik ulayat atau tanah dalam hukum adat di Papua. Pemilik ulayat di Papua masih terus memperjuangkan haknya.
Semua hal ini tentu saja membuat rakyat bertanya-tanya, sudah sejauh mana upaya-upaya yang sudah dilakukan oleh pemerintah terutama Kementerian ESDM usai Presiden Jokowi memberikan arahan langsung kepada pimpinan kementerian/lembaga terkuat untuk melakukan inventarisasi dan pengecekan IUP guna memastikan ketaatan para pelaku tambang kepada Undang-Undang.
Ya, di tahun yang sama, Kebijakan Satu Peta dengan tersusunnya Peta Indikatif Tumpang Tindih (PITTI), pemanfaatan ruang yang selaras dengan rencana pembangunan nasional dan Kebijakan Clean n Clean (CnC) juga sudah berjalan.
Kasus tumpang tindih lahan memang sudah seharusnya segera dibenahi dan mendapat perhatian yang sama oleh pemerintah seperti halnya IUP. Pemerintah tentu harus ingat dan tak boleh menyepelakan, bahwa membuat iklim investasi yang nyaman dan aman bagi investor adalah hal yang utama.