Pernyataan Haris Azhar (Direktur Lokataru) dan Fatia Maulidiyanti (Koordinator KontraS) dalam sebuah video YouTube yang bertajuk “Ada Lord Luhut Dibalik Relasi Ekonomi Ops Militer Intan Jaya” yang menyebutkan bahwa perusahaan milik Luhut Binsar Pandjaitan yaitu PT Tobacom Del Mandiri ikut andil bermain penggarapan pertambangan tambang emas Blok Wabu di Papua berujung pada somasi yang diberikan oleh Menko Marves tersebut.
Somasi yang dilayangkan oleh Luhut, menurut Juru Bicara Menko Marves Jodi Mahardi, adalah somasinya sebagai warga negara, bukan sebagai pemangku kebijakan Menko Marves. Ia membantah bila bosnya melakukan judicial harrasment dan mengatakan harusnya Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti tak perlu membawa persoalan ini ke PBB bila benar keduanya mempunyai bukti bahwa Menko Luhut bermain bisnis di Blok Wabu.
Lebih lanjut, Jodi Mahardi juga mengungkapkan bahwa Menko Luhut siap menjalani proses hukum sebagaimana mestinya, dan membuka data secara transparan ke publik di pengadilan.
PBB Menengahi Perseteruan Ini
Namun, kasus ini ternyata sudah sampai ke telinga PBB dan bahkan PBB bergerak menyurati Pemerintah Indonesia pada 20 Oktober 2021.
Surat Komunikasi Bersama /Joint Communication (JC) dari Special Procedure Mandate Holders (SPMH) United Nations Special Rapporteur atau Pelapor Khusus HAM – PBB menyatakan bahwa PBB meminta pemeirintah RI beberapa hal. Di antaranya:
Pelapor Khusus HAM-PBB ini diketahui adalah sekelompok pakar/ahli yang ditunjuk oleh Dewan HAM PBB dan bekerja secara independen untuk memberikan laporan dan masukan kepada Dewan HAM PBB terkait pengimplementasian HAM atau kondisi HAM yang darurat di suatu negara.
Maka, dalam surat tersebut, Pelapor Khusus HAM-PBB meminta pemerintah Indonesia untuk memberikan klarifikasi terkait adanya dugaan judicial harassment terhadap Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti karena disomasi oleh Menko Luhut Binsar Panjaitan.
Kementerian ESDM Belum Buka Suara
Terlintas hal ini wajar di mata seorang pebisnis untuk mengembangkan sayap dalam dunia usahanya. Namun keikutsertaan perusahaan miliknya yang bersifat swasta saat Kementerian ESDM belum mengumumkan pemenang tender secara resmi, pasca blok tersebut dikembalikan kepada Freeport pada 2018 lalu menimbulkan polemik.
Hingga November 2021, Kementerian ESDM hingga kini belum buka suara terkait alasan sebenarnya penyerahan kepemilikan tambang emas Blok Wabu ke pihak swasta dan bukannya BUMN.