Kurang dari 2 bulan lagi, dunia sudah menyambut tahun 2023. Namun ternyata ada kabar kurang menyenangkan, nih. Pasalnya, para ekonom, lembaga internasional hingga para pemimpin dunia termasuk Presiden Jokowi kompak mengabarkan bahwa 2023 kemungkinan akan diwarnai dengan resesi dan investasi di RI bisa terancam!
“Beliau-beliau menyampaikan, Presiden Jokowi, tahun ini kita akan sangat sulit, terus kemudian tahun depan seperti apa? Tahun depan akan gelap. Ini bukan Indonesia, ini dunia, hati-hati, bukan Indonesia, yang saya bicarakan tadi dunia,” ujar Jokowi, Jumat (5/8/2022).
Resesi tak serta merta terjadi begitu saja namun dipicu leh fenomena-fenomena lainnya. Dari mulai inflasi hingga terkereknya suku bunga tiap negara untuk meredam inflasi. Nah, karena kondisi inflasi juga terjadi di negara-negara maju hal ini juga akan berpengaruh pada kegiatan investasi di RI pada 2023.
Investasi di Indonesia diketahui berasal tak hanya dari investor dalam negeri (Penanaman Modal Dalam Negeri/PMDN) namun juga dari luar negeri (Penanaman Modal Asing/PMA). Uang yang akan digelontorkan warga dunia mungkin akan lebih sedikit dari tahun-tahun biasanya.
Hal ini tentunya mengkhawatirkan. Pasalnya, investasi asing di Indonesia dilaporkan malah menurun. Informasi berdasarkan data United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) dalam World Investment Report 2022 melaporkan bahwa peringkat investasi asing Indonesia ada di peringkat 15 di 2020 dan turun ke peringkat 20 di 2021.
UNCTAD mengatakan, melorotnya posisi Indonesia yang turun lima peringkat disebabkan lambatnya gerak kita untuk menggaet investasi asing, sehingga kalah cepat dari negara-negara lainnya di sepanjang tahun lalu. Padahal, selama ini yang dikabarkan ke publik Indonesia, investasi Indonesia melaju fantastis bahkan melebihi capaian target. Sebagai informasi, realisasi investasi selama periode Januari hingga Desember 2021 mencapai Rp901,02 triliun. Lebih lanjut BKPM juga menyebutkan bahwa kontribusi PMA (penanaman modal asing) dan PMDN (penanaman modal negeri) masih seimbang.
Investasi Asing di Indonesia Merosot Tak Hanya Karena Kondisi Global
Mengikuti laporan UNCTAD terkait penurunan prestasi investasi Indonesia, sebuah kritik juga dilayangkan dari lembaga internasional Institute for Management Development (IMD) dalam laporan berjudul World Competitiveness Yearbook 2022. Laporan tersebut mengungkap bahwa daya saing kemudahan berusaha di Indonesia turun ke peringkat 44 di tahun 2022 dari posisi 37 di tahun lalu.
Salah satu indikatornya ada pada efisiensi birokrasi yang buruk. IMD juga melaporkan bahwa Indonesia punya kendala dalam menciptakan ekonomi investasi dan kemudahan berusaha bagi investor karena salah satunya terkait regulasi.
Lebih lanjut, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadalia menjelaskan alasan mengapa iklim investasi Indonesia belum sempurna. Katanya, ada 3 kendala penting yang masih dihadapi pemerintah yaitu perihal lahan, tumpang tindih hingga tingginya ego sektor lintas kementerian/lembaga.
Namun nampaknya regulasi bukanlah satu-satunya yang merepotkan investor. Kebijakan-kebijakan pemungutan pajak dan tarif royalti juga memberatkan di tengah kondisi ekonomi global yang tidak pasti.
Masih fresh from the oven, pemerintah berencana memungut pajak ekspor progresif untuk 2 produk nikel hasil hilirisasi yaitu feronikel dan NPI. Ada juga kebijakan bagi pengusaha batu bara yang harus memasok ke pasar domestik dengan harga yang lebih murah ketimbang harga global. Selain itu, di sektor lainnya seperti timah, tarif royalti juga direncanakan akan naik sesuai dengan naiknya harga timah dunia.
Ditakutkan, di 2023 nanti para investor bisa tak betah di RI karena tak adanya iklim investasi dan berusaha yang nyaman sehingga terkena rayuan negara-negara lain yang mungkin lebih banyak memberikan kemudahan berinvestasi dan berusaha untuk investor asing. Semoga saja, pemerintah, khususnya kementerian-kementerian yang terkait dalam sektor ekonomi, sudah punya strategi untuk menghadapi, tak hanya ancaman resesi namun juga ancaman hengkang & semakin sepinya iklim investasi di Indonesia.